Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda

Entah dunia ini hendak jadi seperti apa. Sekarang, kita harus selalu siap-siap bangun pagi dan disambut oleh kabar buruk. Kebakaran, virus, banjir, dan terakhir, Senin pagi WIB (27 Januari), berita meninggalnya seorang legenda dunia. Kobe Bryant, mantan superstar NBA, menjadi salah satu korban kecelakaan helikopter di dekat Los Angeles.

Usianya masih 41 tahun. Di saat mulai menikmati hidupnya sebagai orang tua, jauh dari kesibukan gila seorang pemain basket profesional. Dia meninggal mengantarkan salah satu putrinya ke pertandingan basket.

Saya bukanlah penggemar Kobe Bryant. Bahkan, di masa bertandingnya dulu, saya sering ejek-ejekan dengan teman-teman yang "Maniak Kobe." Mungkin lebih karena saya bukan fans Los Angeles Lakers, tim tempat Bryant menghabiskan 20 tahun karirnya di NBA. Bahkan, Lakers adalah "musuh paling tidak disukai" oleh Sacramento Kings, tim favorit saya.

Bukan penggemar, bukan berarti tidak mengagumi. Karena saya tetap jauh lebih beruntung karena pernah bertemu dan chit-chat santai dengan Bryant saat masih aktif di media dulu, dan saat merintis liga basket pelajar DBL ke seluruh Indonesia.

Bahkan, sejak 2018 lalu, DBL selalu mengirim anak-anak basket SMA terbaik Indonesia ke Los Angeles untuk berlatih di Mamba Sports Academy, sekolah basket milik Kobe Bryant. Bulan depan (Februari 2020), anak-anak basket kami juga dijadwalkan berlatih lagi di sana.

Waktu kuliah di Amerika dulu, saya berkali-kali nonton Los Angeles Lakers bertanding. Berkali-kali melihat Kobe Bryant beraksi secara langsung. Mungkin karena bukan fans Lakers, dari luar sang "Black Mamba" memang terkesan arogan dan egoistis.

Bola harus ke dia. Seolah-olah segalanya harus berpusat ke dia. "Perseteruannya" dengan rekan setim, seperti dengan Shaquille O'Neal, sering jadi berita besar.

Cara menembaknya membuat banyak pelatih fundamental meringis. Saya selalu ingat, kalau ada pemain DBL mau menembak dengan gaya "aneh-aneh" ala Kobe, maka pelatih akan mendatangi dan mengingatkannya. "Jangan aneh-aneh. Kamu bukan Kobe!" begitu kata pelatih.

Yap. Mayoritas memang bukan Kobe Bryant. Tuhan menganugerahi bakat dan kemampuan berbeda-beda, dengan tingkatan berbeda-beda. Kobe Bryant ada level "anugerah bakat" yang sangat berbeda. Yang mungkin hanya dimiliki segelintir orang lain. Misalnya Michael Jordan dan LeBron James.

Tapi, orang-orang itu juga memiliki komitmen melebihi kebanyakan.

Para atlet terbaik, di cabang olahraga apa pun, selalu punya "dorongan dari dalam" yang juga sulit dimiliki orang lain. Berlatih lebih keras, lebih pintar. Punya kemampuan intelektual yang juga beda dengan mayoritas.

Saking "beda"-nya, kadang kebanyakan orang akan kesulitan memahami mereka secara utuh.

Apalagi, orang-orang seperti Kobe Bryant memang akan sulit dikenali secara utuh. Ke mana pun mereka pergi, akan mendapat perhatian dan sorotan yang tidak bisa dipahami 99 persen manusia lain.

Pernah, saya datang dalam sebuah acara peluncuran sepatunya di Beijing. Seluruh mal harus disterilkan sebelum Bryant masuk ke sebuah gerai sepatu di dalamnya! Kalau tidak, bisa ramai sampai chaos.

Di Amerika pun, di acara-acara resmi yang bukan pertandingan, pemain selevel Kobe Bryant tidak akan masuk lewat pintu yang sama. Karena seluruh perhatian akan langsung ke dia.

Momen paling beruntung saya terwujud pada 2008. Saat beberapa hari meliput dan mengikuti persiapan Team USA menuju Olimpiade Beijing. Berhari-hari saya satu hotel dengan Team USA. Bukan hanya mengikuti mereka latihan, tapi juga makan pagi di tempat yang sama, dan ikut acara di tempat yang sama.

Hari-hari yang luar biasa kalau Anda maniak basket. Karena di tim itu ada Kobe Bryant, LeBron James, Carmelo Anthony, Chris Paul, Dwight Howard. Dan ada idola utama saya waktu itu: Jason Kidd.

Di saat-saat "sepi dan fokus" itu, seseorang bisa sangat beda dengan "kesan publik"-nya. Kobe Bryant sombong dan arogan? Dia termasuk paling santai meladeni obrolan orang-orang di sekitar. Termasuk saya.

Saya tidak ingat waktu itu ngomong apa saja, selain soal persiapan Team USA. Mungkin, saya minta maaf ke dia kalau saya bukan penggemar dia, bukan penggemar Lakers. Wkwkwk...

Lucu juga lihat foto waktu itu, lebih dari sepuluh tahun lalu. Belum zaman jas body fit. Sama-sama pake jas longgar, kemeja putih tanpa dasi. He he he (maksa nih).

Sulit dipercaya, Senin pagi ini saat bangun, kabar mengejutkan itu muncul. Kobe Bryant sudah tidak ada lagi. Di usia masih 41 tahun. Sebuah berita yang menggetarkan jutaan (atau miliaran) orang di seluruh dunia.

Penggemar atau bukan, pasti ada perasaan yang menggetar.

Dan itulah pertanda Anda seorang legenda sejati atau bukan. Di saat mereka yang bukan penggemar ikut merasakan kesedihan dan kekosongan di dalam hati... (azrul ananda)

Comments (19)

Catatan Rabuan

Olahraga (Industri) yang Sehat

Olahraga bisa bikin badan kita sehat. Jiwa kita juga kuat. Jadi pengurus olahraga di Indonesia mungkin bisa punya efek b...

Formula 1 Tidak Selamanya?

Sudah lebih dari 25 tahun ini, bulan Maret membuat saya berdebar-debar dan berbahagia. Karena bulan inilah sesuatu yang...

Kebaikan Lucky

Saya tidak ingin sering menulis seperti ini. Tribut untuk seorang sahabat yang baru saja pergi. Tapi ada begitu banyak i...

Obrigado Ayrton Senna, 25 Tahun Kemudian

Tepat 1 Mei, 25 tahun lalu, salah satu peristiwa terbesar dalam hidup saya terjadi. Peristiwa yang sampai hari ini masih...