Hampir dua dekade mengabdi di SMA Bukit Sion, Lucia Lukito melihat sendiri bagaimana sekolah kecil di kawasan Jakarta Barat itu tumbuh, berubah, dan membuktikan diri, terutama lewat perjalanan mereka di DBL Jakarta.

Dulu, ketika nama Buksi disebut, banyak orang justru bertanya-tanya, "Itu sekolah apa?". Bahkan tak sedikit yang mengira Bukit Sion adalah sekolah khusus atlet.

Namun perlahan, lewat kerja keras para siswa dan para guru, serta paparan prestasi yang mereka raih di kompetisi sebesar DBL, citra itu mulai bergeser ke arah yang lebih tepat.

"Di satu sisi kami bangga atas prestasi anak-anak. Di sisi lain kami dapat tantangan bahwa orang-orang melihatnya Buksi adalah sekolah khusus basket. Padahal kami juga fokus di akademik. Itu tantangan yang harus kami ubah imagenya," ujar Lucia.

Baca juga: Bukan Sekadar Kompetisi, DBL Jakarta Jadi Ruang Tumbuh untuk Jubilee

Lewat DBL, publik mulai mengenal Buksi dari dekat. Mereka melihat bagaimana sekolah ini mendidik para siswanya. Bukan hanya sebagai pemain basket, tetapi sebagai pelajar yang mengedepankan karakter, tanggung jawab, dan proses belajar.

Lucia mengakui, setiap kali tim Buksi melaju jauh di DBL, nama sekolah makin sering disebut. Dampaknya, jumlah calon siswa baru meningkat.

"Memang dari luar kalau kita tanya kenapa pilih Buksi, mereka bilang karena ingin masuk basketnya. Tapi nggak semua pengin masuk Buksi karena basketnya saja," katanya.

Buksi memang memiliki prestasi yang begitu mencolok di DBL Jakarta. Mereka adalah peraih gelar terbanyak di DBL Jakarta. Total sudah tujuh gelar juara mereka raih.

Meski begitu, Lucia menilai eksposur DBL tetap membuat masyarakat menilai Bukit Sion sebagai sekolah yang berkembang dan serius membina siswanya.

Baca juga: Dapat Motor dari Honda, Kepsek Buksi Bangga Anak Didiknya Konsisten Juara

Walaupun prestasi Buksi di basket begitu mentereng, Lucia menegaskan bahwa mereka tidak membiarkan olahraga mengambil alih tanggung jawab utama siswanya.

"Dari tim guru-guru kami tekankan, kalian di sini bukan atlet. Kalau mau jadi atlet, sekolahnya di sekolah atlet. Kamu memilih Buksi, kamu menjadi pelajar. Jadi tanggung jawab utamanya bukan sebagai atlet, tapi sebagai pelajar. Itu yang harus kita dorong mereka terus," ungkapnya.

Ketegasan ini bukan tanpa alasan. Aktivitas pemain Buksi sangat padat. Mulai dari latihan, pertandingan, perjalanan, hingga kegiatan luar sekolah lainnya. Dampaknya sering terasa di kelas.

"Sering kali anak-anak basket kita banyak kegiatan di luar sekolah, otomatis nggak bisa ikut pelajaran. Mereka juga lelah akibat latihan dan tanding. Itu tantangan kami untuk bikin mereka tetap semangat belajar," tutur Lucia.

Di sinilah peran para guru Buksi terlihat berbeda. Mereka tidak hanya mengajar, tapi menyayangi murid-muridnya seperti keluarga sendiri.

Baca juga: Saat Guru Menjadi Kekuatan Sunyi di Balik Kesuksesan Skuad Buksi

"Kita sayang sama anak-anak murid seperti menyayangi anak sendiri. Kita nggak bisa sistemnya kaku ke anak SMA zaman sekarang. Kita ingatkan terus mereka, kasih motivasi, terutama ke anak-anak yang ketinggalan materi karena bertanding," katanya.

Selama hampir 20 tahun di Buksi, Lucia menyaksikan transformasi sekolah, baik dari kualitas siswa, kultur akademik, maupun karakter setiap angkatan.

"Saya sudah dari 2008 di Buksi. Selama hampir 20 tahun saya melihat ada kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan. Setiap angkatan punya karakter berbeda-beda. Dan menurut saya, angkatan tahun ini termasuk angkatan yang baik," tutupnya.

Populer

Mengenal Pola Pertahanan dalam Permainan Basket dan Teknik Melakukannya
5 Macam Passing dalam Bola Basket yang Wajib Kamu Ketahui!
Beep Test: Pengertian dan Manfaat untuk Kebugaran
Mengenal Lay Up Shoot dalam Bola Basket dan Cara Melakukannya
Sejarah Tercipta, Buksi Juara Dua Musim Beruntun di Indonesia Arena!