Di SMA Jubilee Jakarta, basket bukan hanya olahraga. Ia menjadi ruang tumbuh, ruang belajar, dan panggung ekspresi bagi semua murid, baik yang berprestasi, yang bertalenta, hingga mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Hal ini makin terasa sejak Jubilee tampil di Honda DBL with Kopi Good Day 2025 Jakarta, ajang yang memberikan dampak signifikan untuk sekolah, siswa, dan reputasi mereka di mata publik.
Kepala sekolah SMA Jubilee Jakarta, Syuyati, melihat langsung perubahan itu terjadi dari tahun ke tahun. Antusiasme meningkat, kepercayaan publik menguat, dan semakin banyak calon siswa baru yang melirik Jubilee sebagai rumah pendidikan dan pengembangan bakat.
Baca juga: Momen Pertama, Gelar Pertama, Ariqa Chayyara Ikut Antar Jubilee Jadi Juara
"Peningkatan minat siswa baru di Jubilee cukup signifikan yang masuk ke SMA Jubilee, baik karena akademik maupun non-akademik. Gak bisa dipungkiri kalau hype DBL dan kemenangan anak-anak ini berimbas positif terhadap penerimaan murid baru. Daya tarik DBL cukup besar," ujar Syuyati.
Bagi Jubilee, DBL bukan hanya soal mengejar kemenangan. Ini lebih besar dari itu. DBL menawarkan platform yang memperlihatkan nilai-nilai pendidikan Jubilee. Bahwa sekolah ini memberi ruang yang sama bagi setiap murid untuk berkembang.
"Anak-anak yang berminat dan memiliki talenta di basket, mereka punya tempat yang tepat. Tidak hanya untuk bersekolah, tapi untuk menyalurkan bakat mereka," kata Syuyati.
Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para calon siswa yang ingin menemukan keseimbangan antara pendidikan akademik yang kuat dan fasilitas pengembangan bakat yang serius.
Yang membuat Jubilee berbeda adalah inklusivitas yang telah mereka bangun jauh sebelum DBL memberi spotlight lebih. Jubilee bukan hanya sekolah akademik, lebih dari itu, mereka menjaga ruang aman bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Baca juga: Akhirnya Menang Setelah 4 Tahun, Putri Jubilee Dapat Hadiah Motor!
"Ada juga siswa yang spesial, kita nggak melabeli anak dengan kondisinya. Kita menyediakan ruang belajar untuk semua anak. Guru-guru terbuka mengajar mereka,: jelas Syuyati.
Dan yang lebih istimewa, ada beberapa murid berkebutuhan khusus yang turut bergabung dalam tim basket Jubilee. DBL bukan hanya ajang kompetisi bagi mereka, tetapi juga sarana bertumbuh secara motorik, kognitif, dan sosial.
"Selama ini kita tahu anak berkebutuhan khusus sering tidak mendapat wadah untuk mengekspresikan diri. Makanya di sini kita memberikan kesempatan yang sama besar untuk semua murid," tambahnya.
Kehadiran mereka dalam tim menunjukkan bahwa Jubilee memandang pendidikan bukan hanya soal nilai atau ranking, tetapi bagaimana setiap anak merasa diterima dan percaya diri.
Perjalanan panjang tim putri Jubilee akhirnya terbayar tuntas. Setelah empat tahun mencoba, jatuh-bangun, dan terus berproses, Jubilee berhasil meraih gelar juara DBL Jakarta usai mengalahkan SMAN 70 Jakarta di final.
Baca juga: Robert Piet dan Tugas Besar Menjaga Konsistensi Benjamin Piet di Lapangan
Kemenangan ini bukan hanya soal membawa pulang trofi juara, ini adalah puncak dari kesabaran, komitmen, dan pembuktian bahwa proses memang tidak pernah mengkhianati hasil.
Kini, setelah gelar juara berhasil diraih, pandangan itu justru semakin terasa relevan. Dalam perspektif Jubilee, kemenangan hanyalah bonus. Yang utama selalu tentang keberanian anak-anak untuk tampil, belajar, jatuh, bangkit, dan terus berkembang sebagai pelajar maupun sebagai pribadi.
"Siapa sih yang nggak mau menang? Tapi waktu itu, tidak menang pun tidak apa-apa. Yang penting anak-anak punya pengalaman dan berproses. Jangan sampai mereka jadi discourage. Kalah tidak apa-apa, asalkan mereka dapat panggung untuk mengekspresikan diri dan tampil," pungkasnya.