Perjalanan Revan Surya Winatha mencintai basket tidak mudah. Kegagalan justru lebih akrab dengan student athlete asal SMAN 2 Denpasar. Apalagi selama melantai di gelaran DBL Bali.
Revan hanya berhasil dalam satu cerita saja. Cerita bagaimana tim putra SMAN 2 Denpasar berhasil menjadi juara pada edisi 2022. Itu menjadi musim pertama Revan melantai di DBL Bali.
Sekilas mungkin perjalanan basketnya saat SMA bakal berakhir indah. Ia berhasil membuka dengan mempersembahkan gelar juara untuk sekolah.
Sayangnya itu hanya permulaan dari cerita kegagalan yang selalu menimpa. Pada tahun pertama ia terpilih sebagai penggawa first team DBL Bali. Di DBL Camp langkah Revan terhenti di Top 50 Campers.
Tahun keduanya melantai, Revan kalah di partai final. Tapi, ia kembali terpilih masuk dalam daftar skuad first team DBL Bali. Lantas bagaimana perjalanannya di DBL Camp? Sama seperti tahun pertamanya. Terhenti di Top 50 Campers.
Tahun terakhirnya membela Resman, Revan kembali gagal. Kali ini lebih menyakitkan karena ia gagal menutup masa SMA dengan menjadi juara. Beruntungnya Revan punya obat penawar.
Ia kembali terpilih masuk dalam daftar skuad first team DBL Bali. Setidaknya itu menjadi penawar kesedihan karena kegagalannya mengembalikan kejayaan Resman.
Di Kopi Good Day DBL Camp 2025, kegagalan masih menghantui Revan. Untuk ketiga kalinya secara beruntun, mimpinya terhenti di Top 50 Campers.
“Tiga kali bisa dibilang gagal. Aku sempat mikir kenapa sih aku selalu gagal di sini (DBL Camp),” bukanya.
Menyandang status sebagai unselected campers memang bukan menjadi pengalaman pertamanya. Revan sudah pernah melewati kepedihan ini sebelumnya.
Namanya masuk dalam salah satu dari empat campers yang berhasil mengamankan tiket Wild Card Kopi Good Day DBL Camp 2025
“Selama kemarin itu aku kepikiran kayak masa sih sudah tahun terakhir tapi gagal lagi. Gagal buat jalan-jalan ke Amerika (jadi penggawa DBL All-Star). Kan itu mimpi aku dari kecil,” ujarnya.
Wajar jika pikiran-pikiran tersebut mengganggunya. Sebab jalannya memang sudah terlampau terjal. Revan pernah cedera parah yang membuatnya menepi lama.
“Banyak naik turunnya. Aku pernah cedera sampai operasi waktu itu masih SMP. Gara-garanya juga karena basket. Sempat mikir kenapa bisa cedera Fraktur di patela sampai patah. Terus nanti bagaimana,”
“Belum lagi aku selalu ngerasa lebih banyak gagalnya. Kayak ikut seleksi ini gak kepilih, ikut seleksi itu gak kepilih. Kadang mikir apa aja ya kekuranganku kok masih belum bisa kepilih,” ceritanya.
Orang tuanya menjadi benteng paling kokoh agar ia tidak runtuh. Di baik dan buruk, di suka dan duka, orang tuanya selalu menjadi garda terdepan.
“Mama sama papa selalu ngedukung aku mau itu bagus atau jelek. Selalu dukung aku buat terus berjuang,” ungkapnya.
Pun demikian saat DBL Camp 2025. Kala menyandang status sebagai unselected campers, mama dan papa Revan berusaha mengangkat moril anaknya. Semangat Revan nyaris benar-benar padam dan ia berusaha untuk menerima kenyataan, kutukan selalu terhenti di Top 50 Campers.
“Mama sama papa selalu pesan kalau jangan menyerah. Lakukan yang terbaik aja pada setiap kesempatan,” cetusnya.
Omongan orang tuanya bukan sekadar omongan biasa. Itu menjadi obat paling manjur seumur hidup Revan. Ia menjadi salah satu pemegang tiket Wild Card dan sukses tembus ke skuad elite Kopi Good Day DBL Indonesia All-Star 2025.
Just a Bali kid, living his dream
“Gak rugi orang tua selalu ngasih tahu aku kalau terus berjuang. Ini semua juga berkat mereka,” cetusnya.
Kini Revan hidup dalam mimpi masa kecilnya, terpilih sebagai penggawa DBL All-Star. Dan Revan adalah bukti nyata soal kerja keras dan semangat pantang menyerah. Ia bukan hanya berhasil menyulap kegagalan menjadi kisah penutup manis masa SMA. Just a Bali kid living his dream.