Zulfahrizal tak menyangka jika namanya terpilih sebagai salah satu pelatih Kopi Good Day Indonesia All-Star 2025 yang berangkat ke Amerika Serikat. Di sana skuad DBL All-Star bakal belajar, berlatih, dan bertanding.
Amerika Serikat memang sudah masuk dalam daftar mimpi tempat yang wajib dikunjungi Zulfahrizal. Menurutnya bisa berangkat ke Negeri Paman Sam juga bisa lewat banyak cara. Menariknya adalah mimpi ke Amerika Serikat tak masuk dalam prioritas utama atau terdekatnya.
Pelatih asal Bima, Nusa Tenggara Barat ini justru menaruh mimpi untuk bisa berangkat ibadah umrah bersama keluarga tercinta.
“Saya paling jauh itu ke Jepang. Waktu itu jadi pelatih kampus yang ikut lomba antarkampus gitu. Sebenarnya mimpi utama saya itu umrah dulu sama keluarga. Eh, umrah basket dulu ternyata,” ceritanya.
Ia juga menambahkan, “Mimpi semua anak basket itu ke Amerika Serikat. Tinggal waktunya aja seperti apa. Mau biaya sendiri atau dapat kesempatan seperti ini (terpilih sebagai pelatih DBL All-Star),”
Jalan Zulfahrizal di basket juga tidak mudah. Mimpinya untuk menjadi pemain profesional harus dikubur dalam-dalam sejak 2012. Cedera yang membuat coach Rizal menepi dan harus menerima kenyataan bahwa mimpinya kandas.
Baca juga: Profil Skuad Putra Kopi Good Day DBL Indonesia All-Star 2025
“Satu minggu setelah PON Riau 2012 saya kena cedera lutut. Itu saya hampir tanda tangan kontrak buat salah satu tim profesional. Waktu itu engga ada asuransi. Saya sempat gak nonton basket satu tahun,” ungkapnya.
Momen itu membuat coach Rizal berada pada titik paling bawah. Selangkah lagi mimpinya terwujud. Wajar jika saat itu ia menarik diri untuk tidak berada di lingkungan basket.
“Waktu saya benar-benar keluar dari basket, teman saya ngajak buat nonton salah satu gim NBL. Di situ saya merasa salah karena tidak ngikutin basket,” ujarnya.
Rasa penyesalan tersebut muncul bukan tanpa sebab. Titik ini yang membuat coach Rizal memilih jalan hidup menjadi pelatih.
“Pelatih saya bilang kalau gak bisa main basket ya saya masih bisa bikin pemain basket. Mimpi saya bisa dilanjutkan dengan pemain-pemain saya. Dari situ saya semangat lagi di basket,” terangnya.
Momen tersebut yang sampai saat ini membuat api semangat coach Rizal justru semakin menyala. Salah satu buktinya adalah ia kini berada pada jajaran pelatih Hangtuah Jakarta, salah satu klub basket yang berlaga di liga basket profesional Indonesia.
Menyandang status sebagai salah satu pelatih level profesional yang terjun pada ajang DBL ternyata tidak mudah. Tekanan besar justru dirasakan oleh coach Rizal.
“Sempat kepancing soalnya dengan status level profesional masa kalah sama pelatih-pelatih SMA. Itu kerasa banget hype-nya. Tapi level SMA itu beda lho sama level di atasnya,” sambungnya.
Coach Rizal bersama dengan coach Chandra sedang meramu strategi ketika pemusatan latihan skuad Kopi Good Day DBL Indonesia All-Star 2025
Perbedaan paling mendasar adalah di level SMA, pelatih juga harus terampil mengatur waktu para pemainnya.
“Ngadepin anak SMA itu beda. Kita harus pintar mengatur waktu buat ujiannya dia, les juga. Mau bagaimana kan kalau level SMA itu pendidikan dan basketnya harus seimbang,” cetusnya.
Melihat fenomena tersebut tak membuat coach Rizal menyerah. Ia justru semakin tertantang untuk membukitkan diri.
“Level SMA itu euforianya sepanas itu. Di level profesioanl itu atmosfernya gak seperti di level SMA. Bayangkan aja di pinggir lapangan, suporternya ramai sekali. Ini jadi tantangan tersendiri buat saya,” kelakarnya.
Berawal dari cedera yang membuatnya menepi, kini coach Rizal sedang menikmati salah satu mimpi besarnya, belajar basket ke Amerika Serikat.
Profil Zulfahrizal ini bisa dilihat pada halaman di bawah ini (pengguna Android bisa melakukan scroll dengan double tap)