DBL Indonesia kembali mendapatkan kesempatan untuk berbagi cerita perjalanan panjangnya dalam menjalankan industri kreatif di bidang olahraga (sports industry). Kali ini kesempatan itu hadir dalam Ideafest Surabaya 2025, yang digelar di Grand City Mall & Convex Ballroom, Surabaya, 1-2 Agustus.
Buat yang belum tahu, Ideafest bisa disebut festival kreatif terbesar di Indonesia. Acara ini mempertemukan para pelaku industri kreatif untuk berkolaborasi, berbagi ide, dan menginspirasi. Acara ini diadakan secara tahunan dan menghadirkan berbagai pembicara dari berbagai industri kreatif, baik nasional maupun internasional.
Nah, Ideafest Surabaya 2025 sendiri mengangkat tema "The Rise of Local Heroes". Tema ini untuk mengapresiasi semangat masyarakat Surabaya yang terus tumbuh dan berinovasi meski menghadapi tantangan.
Ada lebih dari 50 sesi IDEATALKS dihadirkan di Ideafest Surabaya 2025. Sebanyak 150 pembicara dengan latar belakang berbagai bidang hadir di acara itu, dari praktisi industri kreatif, entrepreneur, aktivis sosial, hingga tokoh nasional.
Dalam event itu, DBL menghadirkan tiga pembicara yakni Azrul Ananda (Founder dan CEO DBL Indonesia), Masany Audri (Direktur DBL Indonesia), dan Isna Iskan (Komisaris DBL Indonesia).
Azrul Ananda menjadi salah satu pembicara utama di sesi 'Conference' yang digelar Sabtu, 2 Agustus. Ia tampil monolog dengan membawa tema "Transform Sport Industry into a Sustainable Business".
Di sesi itu, Azrul Ananda menularkan "DBL Way", seperti yang pernah ia bahas di videonya saat mengenalkan sepatu baru AZA Run 1.
Di awal presentasinya, Azrul menyebut bahwa "DBL Way" ini berawal dari apa yang diajarkan orang tuanya. Baik ayah dan ibu kandungnya, Dahlan Iskan-Nafsiah Sabri, maupun orang tua angkatnya selama sekolah di Amerika Serikat, yakni John dan Chris Mohn.
Kedua orang tua Azrul itu selalu menekankan bahwa mengerjakan sesuatu harus dilakukan secara total. "Nanti hasil akan datang dengan sendirinya," ungkapnya.
Baca Juga: Berbagi Kisah Sukses 20 Tahun DBL di Indonesia Sports Industry Summit 2024
Azrul Ananda diapit kedua orang tua asli (Dahlan Iskan-Nafsiah Sabri) serta orang tua angkat John dan Chris Mohn.
DBL Indonesia, yang berawal dari sebuah turnamen basket kecil hingga bisa menjadi institusi olahraga dengan dampak terbesar di Indonesia itu juga lahir dari filosofi itu. Serius. Total. Konsisten.
Dalam kesempatan itu, Azrul Ananda menyebut kompetisi basket DBL bisa sebesar sekarang karena tujuannya adalah meningkatkan partisipasi. Bagi Azrul, partisipasi itu adalah income. Sedangkan prestasi adalah cost. "Kalau partisipasi terus dikembangkan, maka partisipasi akan membiayai prestasi," jelasnya.
Semangat meningkatkan partisipasi itulah yang membuat kompetisi DBL bisa terus membesar. Dari yang awalnya hanya digelar di Surabaya kini merambah ke banyak kota di Indonesia, dari Aceh sampai Papua.
Dalam perjalanannya selama 21 tahun, kompetisi basket DBL memang sangat masif. Sebuah survei menunjukkan 1 dari 10 sekolah di Indonesia kini tercatat sebagai peserta DBL. Lalu, 1 dari 4 anak di Indonesia terpapar kompetisi DBL.
Setiap tahunnya lebih dari 1.000 tim basket sekolah mengikuti kompetisi DBL, yang terselenggara di 31 kota dan 22 provinsi. Jika di-breakdown lagi, total asal kota sekolah peserta DBL ada 217 kota/kabupaten.
Bicara penonton, angkanya lebih fantastis lagi. Tiap musimnya ada lebih dari 1,1 juta penonton. Sedangkan jumlah siswa yang terlibat baik di kompetisi basket maupun dance ada 31 ribu lebih.
Baca Juga: Menpora Apresiasi DBL Indonesia yang Beri Pembinaan Terhadap Pemain Usia Muda!
Dari perjalanan 21 tahun itulah kemudian lahir tantangan-tantangan baru. Misalnya kebutuhan yang mengarah pada bisnis retail. Dari sana lahirnya brand Aza. Selain itu DBL juga berkolaborasi dengan sejumlah brand yang bisa mendukung kompetisi basket, termasuk bola Proteam.
Dalam perjalanannya, DBL yang mulanya dibangun untuk meregenerasi pembaca sebuah koran di Indonesia kini juga menjadi media company. DBL bisa bermedia sendiri di berbagai platform digital.
Makin masifnya DBL juga melahirkan tantangan baru lewat DBL Academy. Di mana DBL Academy dihadirkan untuk menyebarkan filosofi-fisolofi basket yang selama ini dipegang teguh oleh DBL.
Azrul juga membagikan kiat yang membuat DBL Indonesia sulit disaingi dalam hal sustainability. Ternyata kuncinya satu. "Konsistensi," tegas Azrul.
Konsistensi DBL Indonesia -yang sudah berjalan selama 21 tahun ini- tiap tahunnya menghadirkan tantangan baru dan solusi baru. Sebab setiap tahun hadir peserta baru, pendukung baru, hingga kebutuhan-kebutuhan baru.
Dalam perkembangannya, DBL Indonesia tidak hanya menjalankan kompetisi basket dan bisnis turunannya. Tapi DBL Indonesia juga mendapatkan kepercayaan dari pihak untuk menggelar event-event olahraga lainnya.
Misalnya kepercayaan yang datang dari Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) untuk menggelar kompetisi atletik pelajar terbesar di Indonesia, Student Athletics Championship atau SAC Indonesia.
Baca Juga: Berdampak Positif, Menpora-Komisi X Janji Perjuangkan Eksistensi SAC Indonesia
DBL Indonesia juga menjadi penyelenggara sejumlah event sepeda yang itu dalam perjalanannya juga berhasil menjadi ajang sport tourism yang sangat berdampak pada sejumlah kota di Indonesia.
Baca Juga: Bupati-Wali Kota Pasuruan Akui Masifnya Dampak Bromo KOM pada Sport Tourism
Baca Juga: Positif bagi Sports Tourism, Pemkab Kediri All Out Support Kediri Dholo KOM 2025
Sukses di basket juga membuat Azrul Ananda mendapatkan kepercayaan mengelola salah satu klub sepak bola terbesar di Indonesia, Persebaya.
Nah, khusus Persebaya itulah, Azrul juga membagikan kunci bagaimana ia menjalankan manajemen profesional di sebuah klub sepak bola. Sesuatu yang selama ini tak banyak dilakukan pemilik klub-klub sepak bola di Indonesia.
Menurutnya, ada tiga hal yang perlu digarap secara profesional dalam manajemen klub sepak bola. Yakni fans equity, social equity, dan away equity. "Tiga hal itu ada di Persebaya dan terus kami kembangkan. Persebaya ini sedang berproses menuju klub yang fully sustainable secara organisasi," jelasnya.
Sebelum Azrul Ananda menjadi pembicara di sesi conference, Direktur DBL Indonesia Masany Audri juga hadir di sesi panel. Ia membawakan materi tentang "DBL: Turning Communities into a Business Ecosystem".
Masany banyak membagikan cerita tentang bagaimana DBL dibangun dari sebuah komunitas. Ia bercerita sebelum kompetisi DBL berjalan, terlebih dulu DBL Indonesia membangun komunitas anak muda bernama Deteksi.
Komunitas itu awalnya dibuat untuk mendukung perusahan media berbasis koran. Azrul Ananda sepulang dari menempuh pendidikan di Amerika Serikat punya ide yang tak terpikirkan banyak orang saat itu: meregenerasi pembaca koran. Dari situ dihadirkanlah sebuah rubrik anak muda di koran tersebut. Rubrik anak muda itulah yang kemudian dibuatkan sejumlah event, termasuk event basket.
Penjelasan Masany menarik perhatian sejumlah audience. Beberapa orang memanfaatkan sesi panel itu untuk berdiskusi tentang tantangan mengembangkan sebuah komunitas. Banyak yang meminta tips dari Masany.
"Untuk membesarkan komunitas itu harus membaca dan memahami keinginan mereka. Tidak bisa kita memperlakukan mereka top-down, tapi bottom-up," kata Sany, panggilan akrab Masany Audri.
Sementara itu, sebelumnya juga hadir Isna Iskan, komisaris Persebaya dan DBL Indonesia. Ia hadir sebagai pembicara bersama Abed S. Santoso (CEO of ForeverFit Indonesia) membahas soal Fitness Training for Deskbound Generations. Sesi Isna dan Abed itu banyak diselingi praktek yang bersifat immersive experince.(*)