ESG

DBL ACADEMY

JR DBL

MAINBASKET

SAC

HAPPY
WEDNESDAY

DISWAY

MAINSEPEDA

Bisa jadi sarapan nasi goreng kampung pagi itu memang ideal untuk mengagumi gelaran Final Honda DBL with Kopi Good Day 2023 DKI Jakarta Series.

Alih-alih terlena dengan nasi goreng khas Jakarta pada umumnya, saya dan beberapa teman justru terjebak di tempat makan tepat di samping Indonesia Arena.

Sebab hanya itu yang tersedia dalam jarak dekat. Puluhan langkah sudah mulai terlihat. Dari jauh tampak loket tiket menjadi tempat favorit beberapa orang. Sementara kami duduk saling berhadapan.

Pada waktu-waktu gelap yang diganti terang, saya masih kagum terhadap kemegahan Indonesia Arena. Masih kagum dengan rangkaian final DBL Jakarta.

Baca juga:  5 Show Seru dan Berkesan Final DBL Jakarta di Indonesia Arena

Kemegahannya merayap berbarengan dengan pagi yang tak lagi buta. Terlebih nasi goreng kampung yang panas dan menjadi penyelamat. Pagi itu dimulai benar-benar baik.

Kedatangan saya dan beberapa orang di Indonesia Arena pada Jumat, 17 Movember 2023 memang untuk menginjakan kaki di arena. Tujuannya sama, menjadi saksi terciptanya juara. Menjadi saksi mimpi-mimpi student athlete mengudara berkat wadah mereka selama ini, DBL Indonesia.

Teman-teman DBL Indonesia mulai sibuk kembali memastikan pertunjukan pesta berjalan lancar dan seru. Beberapa teman-teman videografer mendahului masuk dan mulai mencari titik-titik yang tepat dalam lensa.

Baca juga: Final DBL Jakarta di Indonesia Arena Tuntas, Siap Menjawab Tantangan Berikutnya!

Saya sendiri menyapu pandangan pada kekosongan. Terpaku. Menyisir tepi lapangan pelan-pelan, sebelum naik ke tribun paling tinggi di belakang ring.

Membayangkan bagaimana kursi-kursi kosong ini bakal terisi penuh sebentar lagi. Cepat-cepat saya kembali turun.

Berada di tempat para pemain bakal masuk dan diperkenalkan satu per satu. Ingatan terdekat tentang momen sakral yang biasanya terjadi di final DBL itu ketika di Surabaya. Merinding.

Telinga saya menangkap pergerakan menjelang maghrib saat itu: Sorakan para penonton di tribun buah dari beberapa cuplikan pelik yang ditampilkan pada layar besar yang berada di atas tengah lapangan.

Lantunan-lantunan lagu terulang lagi di ingatan. Rasanya masih dekat di gendang telinga. Bagaimana teman-teman ini begitu bangga dengan para penampil sepanjang laga.

Sekilas saya coba bertanya ke para penonton paling terdekat dengan saya. Jawaban mereka hampir sama. Ada semangat-semangat dan doa-doa serta harapaan dan kesemogaan untuk sekolahnya menutup musim dengan baik.

Baca juga: Jubilee: Mempersiapkan Diri, Mengejar Dinasti 70

Kemegahan-kemegahan yang terus tinggal di ingatan ternyata tidak seelok saat tribun sudah mulai dijejaki orang-orang. Sorak-sorak khas para pemuja. Ada rasa sepi yang menggelayut saat pengambilan gambar selesai dan saya berdiri di ujung lorong, menghadap ke lapangan tanpa ada satu adegan ajaib yang diakhiri dengan semprit wasit.

Izinkan saya menggambarkan perjuangan para penggawa di lapangan dalam bentuk dua musim. Rumah basket terbaik di Indonesia ini pernah disinggahi musim kemarau. Saat skuad putri Jubilee belajar terbang terseok jadi bahan injakan tim lain yang adidaya.

Detak jantung dan penyesalan dalam empat kuarter penuh ketar-ketir. Matahari rasa-rasanya lebih terik sebab jarang ditemui keteduhan tiap para pemain meninggalkan lapangan. Tunduk lesu dan terucap pelan, "Masih ada tahun depan, Kak,"

Hujan pernah turun lebat pula dan Indonesia Arena menjadi saksi bangkit dari kuyup tidak semudah menggelar payung oleh barisan kesatria Jubilee.

Kesedihan rintik datang dari sudut lain di sana (SMA Bukit Sion Jakarta). Ada yang masih tertahan, ada yang turun. Banyak yang diusap sebab pertandingan panjang musim depan harus kembali dipersiapkan sejak awal.

Wajar, tak banyak yang mau bertaruh detak jantung dan penyesalan dalam empat kuarter penuh ketar-ketir di sana. Dan menyanyikan gemuruh adalah pekerjaan utama para pemuja di teras sorak Indonesia Arena.

Baca juga: Final DBL Jakarta: Heboh di Venue Indonesia Arena, Trending di Social Media

Saya membuka mata setelah beberapa saat pejam, masih di belakang ring sambil sesekali mendengar keriuhan.

Ada kenyataan yang menyusup masuk di pikiran saya; Indonesia Arena bukan Bali, bukan Banda Neira, bukan Malioboro yang menjadi destinasi wisata dan ramai dikunjungi saat ada waktu luang.

Indonesia Arena adalah rumah. Menjadi tempat pulang dan mimpi-mimpi besar anak-anak SMA yang melantun di kompetisi DBL Indonesia.

Dan kompetisi DBL (selain FIBA World Cup 2023 dan IIBI) adalah contoh paling nyata bagaimana tempat ini semestinya dipergunakan. Beruntungnya saya bisa ambil bagian dari perayaan ini.

Saya bangga kompetisi tingkat pelajar bisa lebih dulu menjajal rumah ini ketimbang kakak-kakaknya yang berlaga di liga profesional. Terima kasih Jakarta, terima kasih Indonesia Arena. Terima kasih teman-teman DBL Indonesia.(lou)

  RELATED ARTICLES
Comments (0)
PRESENTED BY
OFFICIAL PARTNERS
OFFICIAL SUPPLIER
SUPPORTING PARTNERS
MANAGED BY