Dulunya campers sekarang dokter. Adalah dokter Enrico Leonarto, alumnus SMA Rajawali Makassar yang pernah merasakan ketatnya persaingan di DBL Camp 2012. Nah doi kembali ke DBL Camp bukan dalam rangka bernostalgia saja nih. Melainkan juga berbagi ilmu dan pengetahuan untuk para campers pada kelas Strength and Conditioning di Kopi Good Day DBL Camp 2025.
“Saya ngerasain bedanya banget antara kamp waktu zaman saya sama yang sekarang. Kalau dulu kan mungkin pengetahuan soal latihan penguatan itu masih kurang banget. Nah sekarang tuh latihan penguatan kan penting banget,” bukanya.
Tak hanya membantu dalam kelas tersebut, dokter Enrico juga menyempatkan diri untuk melihat campers berjuang di lapangan. Pada momen tersebut, ingatan akan perjuangannya ketika DBL Camp langsung kembali terbuka.
“Saya sempat lihat ya mereka latihan, beda banget dengan tahun saya. Itu jadi bikin saya rindu. Apalagi momen ketemu dan dapat teman-teman yang dari luar daerah kita,” ujarnya.
Perbedaan yang dimaksud oleh dokter Enrico mengenai jarak kemampuan campers satu dengan yang lainnya. “Menurut saya DBL secara gak langsung memegang peran krusial soal kemampuan pemain.
Mereka yang terpilih jelas gak mau kalah bersaing dengan daerah lain kan. Nah, maka dari itu sebelum berangkat mereka berlatih agar bisa mengejar ketertinggalan. Ini sesuatu yang bagus,” sambung dokter yang saat ini sedang sekolah spesialis pada program studi Ilmu Kedokteran Olahraga FKUI.
Lebih dari satu dekade berlalu, dokter Enrico ternyata tidak begitu kaget dengan konsistensi DBL Indonesia yang selalu memberi kesempatan anak-anak SMA untuk bermimpi.
“Menurut saya DBL itu bukan cuman kompetisi basket saja. Bukan cuman pertandingan basket juga. DBL itu punya peran besar dalam basket Indonesia secara keseluruhan. Salah satunya adalah dengan DBL Camp ini,” ungkapnya.
Ia juga bersyukur bahwa hingga saat ini DBL Indonesia masih konsisten dengan peraturan pelajar-atlet khas DBL. Peraturan yang mengharuskan para pemain untuk tetap menjaga keseimbangan antara hal akademik dan basket.
“DBL itu melihat anak SMA secara keseluruhan. Bukan cuman soal basketnya saja tapi juga pendidikannya. Di DBL Camp sendiri mereka diajarkan bukan hanya untuk jago basket saja. Tapi juga ditanamkan rasa pantang menyerah, kerja keras juga. Karakter ini yang menurut saya jadi salah satu nilai yang krusial,” imbuhnya.
Yap, dokter Enrico sendiri menjadi salah satu bukti nyata. Bukti bahwa campers atau anak DBL tidak selalu menjadi basket profesional, melainkan profesional di bidang impian mereka.
“Menurut saya karakter yang sudah dibentuk selama kamp itu berpengaruh sekali pada kehidupan saya setelah SMA. Dalam perjalanan saya tersadar akan pentingnya nilai-nilai itu,”
“DBL itu tempat anak SMA membangun mimpi dan tempat bagi mereka untuk membangun value yang sangat bernilai. Pada hidup saya DBL itu punya peran untuk membentuk diri saya menjadi seperti yang sekarang,” cetusnya.
Azrul Ananda, founder dan CEO DBL Indonesia selalu mengungkapkan bahwa 99 persen anak DBL tidak akan menjadi pemain basket profesional. Hal ini bukan berarti program DBL tidak bermanfaat. DBL memainkan peran pada pembangunan karakter setiap pemainnya.
Menanamkan nilai-nilai kerja keras, profesionalisme yang diterapkan dalam berbagai bidang. Hal ini yang membuat pemain DBL menjadi profesional di bidang yang ia cintai. Sama seperti dokter Enrico yang dulunya campers kini kembali ke DBL Camp sebagai pematerinya.