SMAN 1 Busungbiu kembali menunjukkan aksinya di ajang AZA 3X3 Competition 2025 Bali, yang menjadi rangkaian dari Honda DBL with Kopi Good Day 2025 Bali. Sebagai juara bertahan musim lalu, tim asal Kabupaten Buleleng ini tampil solid meski datang dengan komposisi pemain yang sebagian besar merupakan wajah baru.
SMAN 1 Busungbiu dikenal sebagai spesialis 3X3. Bukan karena tidak ingin ikut 5on5. Tetapi karena realita memaksa mereka. Pemain yang tersedia tak pernah lengkap 12 orang. Dana pun terbatas. “Biasanya kami cuma punya tujuh atau delapan pemain. Jadi daripada hanya latihan menunggu event besar, lebih baik ikut 3x3,” kata Bayu Julio, sang pelatih.
Fokus ke 3X3 bukan tanpa alasan. Sang pelatih yang juga terlibat sebagai head coach 3X3 Tim Porprov Buleleng melihat format ini sebagai solusi terbaik di tengah keterbatasan. “Daripada anak-anak hanya latihan dan menunggu event 5on5, lebih baik mereka ikut 3x3. Pertama, menambah pengalaman, kedua, frekuensi bertanding lebih banyak,” jelasnya.
Bayu Julio (tiga dari kiri) saat menyaksikan pertandingan AZA 3X3 Competition 2025 Bali di GOR Purna Krida, Rabu, 13 Agustus 2025
Tahun ini, hanya ada satu pemain yang tersisa dari skuad juara musim lalu, yakni I Komang Tri Hita Karana Putra yang kini duduk di kelas 11. Sisanya adalah pemain-pemain kelas 10, bahkan ada yang sama sekali belum pernah merasakan atmosfer pertandingan. Meski begitu, sang pelatih tetap optimistis. “Target awal masuk final dulu. Setelah itu, baru saya baru berusaha maksimal,” ujarnya.
Baca Juga: Putu Cinta Wirawan, Dari Panggung X Factor hingga Azarine DBL Dance Competition
Regenerasi di Busungbiu sudah dimulai sejak jenjang SD. Di dekat sekolah, ada lapangan yang rutin digunakan anak-anak berlatih setiap sore. Komang, yang pernah mewakili Timnas ke Tiongkok, bahkan membantu membeli bola untuk pembelajaran mereka usia dini.
Meski semangat regenerasi tinggi, tantangan di desa berbeda dengan di kota. Niat dan konsistensi pemain sering menjadi kendala. “Kadang hari ini semangat latihan, besok hilang. Apalagi di desa banyak permainan tradisional yang mungkin lebih menarik perhatian,” kata pelatih.
Keterbatasan fasilitas dan dana juga menjadi masalah klasik. Peralatan seperti bola masih mengandalkan bantuan institusi setempat, sementara sarana lainnya diupayakan lewat dukungan sekolah. Bahkan, menarik iuran kecil seperti Rp2000 pun menjadi tantangan tersendiri bagi tim.
SMAN 1 Busungbiu sebenarnya pernah mencicipi atmosfer DBL pada 2013 dan 2014 ketika mendapat dukungan dana dari Pemkab Buleleng. Salah satu pemainnya bahkan sempat terpilih masuk DBL Camp. Namun, sejak itu, keterbatasan biaya membuat mereka lebih fokus pada turnamen 3X3.
Kini, meski datang dengan skuad muda, SMAN 1 Busungbiu bertekad mengulang kesuksesan tahun lalu. “Yang penting anak-anak terus dapat pengalaman dan tidak berhenti berkembang. Juara itu bonus,” tutup sang pelatih. (*)