Hari Anak Nasional merupakan hari perayaan tentang pentingnya kasih sayang, dan ruang tumbuh bagi anak-anak.
Namun bagi Susetyo Adi, pelatih sekaligus ayah, semua itu bukan sekadar perayaan setahun sekali. Melainkan rutinitas harian yang ia jalani sepenuh hati.
Pria berusia 43 tahun itu kini sedang menjalani peran ganda, yakni sebagai asisten pelatih SMAN 7 Malang dan ayah bagi pemainnya sendiri. Si kembar tersebut adalah Abhirama Putra Susetyo dan Adhigana Putra Susetyo.
Dirinya dikenal sebagai figur yang disiplin di lapangan, namun tetap hangat di luar permainan. Coach Adi juga membimbing langsung anak-anak kandungnya dalam tim sekolah, tanpa perlakuan istimewa.
“Di lapangan, no special treatment. Semua pemain saya anggap setara,” tegasnya membuka cerita.
Selama bertahun-tahun, Coach Adi melihat sendiri bagaimana anak-anaknya terus berkembang. Baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam ranah basket.
“Momen yang paling berkesan tentu saat melihat mereka berkembang. Ketika mereka bisa develop secara fisik, skill, teamwork,” ucapnya bangga.
Potret Coach Adi bersama kedua anaknya saat bertanding di DBL East Java-South 2024
Meski berperan sebagai pelatih, ia tetap menghidupkan diskusi sehat di rumah. Basket akhirnya jadi menu sehari-hari. Sekalipun porsi pembahasan saat di rumah tidak sebanyak di lapangan.
“Kalau di rumah porsinya untuk bahas game dan tim sendiri lebih sedikit. Lebih ke review match IBL, NBA dan DBL. Terutama segi pengambilan keputusan pemain di lapangan. No critics, just examples,” katanya.
Baca Juga: Family Goals! Ayahnya Jadi Asisten Pelatih, Anaknya Jadi Pemain di SMAN 7 Malang
Coach Adi sendiri pernah terjun di dunia basket ketika duduk di bangku SMP hingga kuliah. Dirinya memperkenalkan olahraga ini ke buah hatinya sejak kelas 3 SMP. Bukan untuk menjadikan mereka sebagai atlet, tapi cara menurunkan berat badan dan melatih disiplin.
“Awalnya cuma buat nurunin berat badan. Eh, malah keterusan basketnya sampai sekarang,” katanya sambil tertawa.
Bicara soal tantangan melatih anak sendiri, Coach Adi tidak ambil pusing. “Prinsip saya jelas. semua pemain diperlakukan sama. Kalau salah ya diingatkan. Kalau bagus, disuruh tingkatkan.”
Disinggung lebih dalam soal alasan dirinya memperkenalkan sang anak ke dunia basket, Coach Adi menganggap bahwa SMA adalah masa untuk menciptakan kenangan seumur hidup.
“Saya harap mereka dapat beautiful memories dari basket. Momen yang bisa mereka kenang terus dan pelajari untuk hidup ke depannya.”
Coach Adi saat mengajak kedua anaknya menyaksikan liga profesional voli
Di luar lapangan, Coach Adi juga menekankan pentingnya tanggung jawab terhadap sekolah. Ia tak pernah memaksa anak-anaknya belajar, tapi mengajarkan soal manajemen waktu dan konsekuensi.
Namun, satu hal yang paling membuatnya bangga sebagai orang tua bukan sekadar soal prestasi.
“Konsistensi mereka itu bikin saya bangga banget. Dari kelas 3 SMP sampai kelas 3 SMA, mereka selalu hadir di latihan. Itu nggak mudah. Konsistensi adalah bentuk komitmen. All parents should proud of their kids consistency's.” ujarnya.
Baca Juga: Amin Prihantono, Menepi dari Basket Profesional demi Waktu Lebih Bareng Anak
Di akhir, Coach Adi tidak lupa memberi apresiasi untuk semua orang tua dan DBL Indonesia. “Shout out buat semua orang tua. Yang sudah mengorbankan waktu, tenaga, biaya demi anak-anaknya main basket. Itu nggak mudah. It’s hard.”
“Dan terima kasih untuk DBL. Sudah kasih panggung buat anak-anak seluruh Indonesia untuk tampil. Basketball keeps them away from negative activity.,” pungkasnya.
Dari Coach Adi, kita belajar bahwa mendidik anak bisa hadir dalam banyak bentuk. Bisa lewat kasih sayang, bahkan dukungan langsung saat di lapangan. Dan di Hari Anak Nasional ini, pelajaran itu akan menjadi semakin berarti. (*)